Pelindo II telah menyiapkan sistem information and communication technology (ICT) untuk mempercepat pengurusan izin barang secara daring.
Lambannya pengurusan izin barang keluar dari pelabuhan serta tidak adanya koordinasi antarinstansi pemerintah disebut sebagai biang leletnya bongkar muat hingga keluar barang dari pelabuhan (dwelling time) di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Hal itu disampaikan Direktur Uttama PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II RJ Lino ketika dihubungi pada Jumat (19/6). Lino mengaku hal itu sudah ia sampaikan kepada Presiden Joko Widodo.”Kita mau brokrasi pemerintah itu cepat,” ujarnya.
Lebih lanjut Lino mengungkapkan untuk mempersingkat dwelling time, Pelindo II sejak tahun lalu sudah menyiapkan sistem information and communication technology (ICT). Fungsinya mempercepat pengurusan izin barang di pelabuhan secara daring (online)
Menurut Lino, ICT juga bisa digunakan pihak berwenang dalam pengurusan izin untuk saling berkomunikasi. “Perhubungan, karantina, Badan POM, Bea Cukai. Semua bisa gunakan itu supaya terkoneksi semua. Tapi kalau pemerintah tidak mau pakai, bagaimana?”
Sebelumnya, ketika melakukan kunjungan ke Pelabuhan Tanjung Priok (17/6), Presiden Joko Widodo kecewa setelah mengetahui secara langsung bahwa dwelling time di Tanjung Priok masih 5,5 hari. Itu paling lama di antara pelabuhan di negara ASEAN.
Namun Menteri Perdagangan Rachmat Gobel kaget saat berkunjung ke Pelabuhan Tanjung Priok dua hari kemudian (19/6). Ia melihat grafik dwelling time rata-rata 3 hari. “Kenapa bisa 3 hari? karena habis dimarahin ya,”kata Rachmat kepada Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub Bobby R Mamahit.
Sekjen Asosiasi Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Toto Dirgantoro menyatakan tugas pelabuhan hanya bongkar muat. Urusan keluar masuk barang serta pergeseran kargo itu wewenang Ditjen Bea dan Cukai dan pemilik kargo.
“Persoalannya barang yang sudah dibongkar sampai keluar memiliki berbagai kendala,”terangnya. Menurut Toto, ada beberapa kendala terkait dwelling time seperti pada tahap penyiapan dokumen peti kemas (pre-clearance). Misalnya, ada keterlambatan dokumen dari pihak perbankan setelah pengurusan letter of credit sehingga begitu kapal sudah bongkar muat, dokumen belum siap.
Menurutnya, bila tujuan penyelesaian dwelling time ialah kelancaran bongkar muat, bisa saja otoritas pelabuhan membuat peraturan. Barang yang mendekam lebih dari empat hari harus keluar dari terminal dan ditempatkan ke terminal lini dua.
Lebih Singkat
Terkait dengan singkatnya dwelling time, Pelabuhan Teluk Lamong, Jawa Timur, bisa dijadikan contoh. Rata-rata waktu yang diperlukan untuk bongkar muat hingga keluar barang hanya dua hari. “Bahkan, bisa satu hari asalkan dokumen lengkap.” kata kepala Humas PT. Pelindo III Edy Priyanto di Surabaya, kemarin.
Untuk mempercepat segala urusan barang di pelabuhan, lanjut Edy, pihaknya menggunakan sistem daring. Ïni yang tidak dimiliki pelabuhan lain di Indonesia”
Menurut Edy, agar dwelling time cepat, pihaknya mengharuskan semua importir melengkapi izin sebelum barang datang, bukan sebaliknya. “Bahkan, bila diurus jauh hari sebelumnya, barang yang tiba bisa langsung dikeluarkan dari pelabuhan.”
Singkatnya waktu dwelling time di Teluk Lamong itu juga disanpaikan Direktur Operasional Mentari Line Elly. “Tidak ada antre. Kapal datang bisa langsung sandar sehingga bongkar muat barang bisa on schedule,” pungkasnya.